Artikel

PERAN PEREMPUAN DALAM MENGISI KEMERDEKAAN

Tidak ada kemajuan suatu bangsa tanpa keterlibatan perempuan

secara berarti.

Perempuan terus menghadapi tantangan jamannya sendiri. Peran perempuan berbeda setiap jamannya sesuai tantangannya. Namun perempuan akan terlibat mengukir sejarah bila berperan aktif menaklukkan tantangan tersebut. Dalam masa 69 tahun kemerdekaan Indonesia, peran dan tantanganpun bergeser. Kemerdekaan telah memberikan ruang bagi perempuan untuk berperan aktif dalam ruang-ruang publik. Begitu banya perempuan memiliki tingkat pendidikan formal tinggi, tidak sedikit yang menduduki posisi kepemimpinan formal. Pandangan perempuan juga berubah dari peran-peran domestik ke peran-peran publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan mengambil keputusan-keputusan penting lainnya.

Peran-peran publik telah menganga bagi perempuan dengan kemampuan tinggi. Peran-peran ini membutuhkan kecerdasan dan kemampuan kepemimpinan yang teruji. Dalam mengisi peran inilah perempuan semakin mendapatkan status sosialnya dan tidak lagi dianggap sebagai peran pinggiran. Semestinya tidak ada lagi peran perempuan sebagai ‘konco wingking’ karena sejatinya perempuan berjalan dan berbuat sejajar dan sama pentingnya dengan mitranya dalam beraktualisasi diri.

Peran perempuan dalam kerja-kerja domestik sesuai dengan pilihan cerdasnya juga patut mendapat penghargaan. Terpinggirnya peran ini disebabkan rendahnya penghargaan dan peran perempuan karena tekanan budaya komersialisasi, materialistik dan gaya hidup hedonis yang mendorong semua pandangan dengan ukuran kepemilikan materi.

Kedua peran perempuan di ruang domestik dan ruang publik sama pentingnya, karena kedua bisa saling komplementer. Adakah bedanya peran seorang perempuan karir yang dengan tulus menyiapkan sarana pendidikan anaknya, dengan seorang ibu rumah tangga yang setiap hari berucap doa demi kesukseskan pendidikan anaknya? Tidak. Keduanya adalah peran cerdas seorang perempuan.

Namun tidak semua perempuan menikmati kemerdekaan dari keterbelengguan budaya, kondisi ekonomi dan praktik politik pembangunan bangsa. Peran-peran domestik masih merupakan belenggu bagi perempuan karena tidak bernilai dan bukan pilihan melainkan karena peran budaya tradisional. Keterbelakangan pola pikir menjadikan perempuan tidak mampu berartikulasi mengenai kepentingan dirinya. Tidak jarang perempuan bertindak selalu atas nama keluarga sebagai indikasi rendahnya kepercayaan diri dan berada di balik bayang-bayang laki-laki atau suami. Lalu perempuan berada pada kondisi sub-ordinasi dan ketidak-mampuan untuk mandiri dan mengambil keputusan sendiri.

Telah banyak representasi perempuan di ruang publik bahkan di lembaga-lembaga pengambil keputusan, semacam legislatif dan eksekutif. Namun adakah pengambilan keputusan yang mereka buat telah banyak diarahkan pada pemberdayaan perempuan agar terbebas dari keterbelakangan? Tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga, ketergantungan finansial perempuan dan keterbelengguan pola pikir tradisional perempuan tidak bisa dijawab hanya dengan program-program berbasis domestik dan stereotip.

PKK menjadi organisasi yang vital dalam melakukan pembaharuan pola pikir perempuan dari masalah-masalah yang dihadapi perempuan hingga memiliki kemerdekaan pola pikir dan pola tindak. Tidak bisa lagi pendekatan PKK dilakukan untuk dengan mereproduksi peran-peran domestik. Sudah seharusnya PKK memiliki program yang lebih mendasar pada perubahan perbaikan kondisi perempuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya serta perbaikan posisi perempuan yang lebih strategis dalam membangun kepemimpinan dan kepercayaan diri yang tinggi. Perempuan perlu didorong untuk mendefinisikan dirinya sendiri. Dari pikir dan tangan perempuan cerdaslah akan tumbuh generasi cerdas yang mengisi kemerdekaan ini, kini dan masa yang akan datang.

Dirgahayu Bangsaku, Merdeka Negeriku, Bangkitlah Perempuanku,

Malang, 17 Agustus 2014

Nila Wardani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *